Soko Bisnis

Tarif Impor AS Naik 32 Persen, Hanif Dhakiri: Ini Alarm Serius bagi Ekonomi Nasional

Pemerintah agar tidak tinggal diam menghadapi kebijakan Amerika Serikat (AS) yang menaikkan tarif impor hingga 32 persen terhadap sejumlah produk Indonesia. 

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
05 April 2025

 Amerika Serikat (AS) menerapkan kebijakan menaikkan tarif impor hingga 32 persen terhadap sejumlah produk Indonesia. (Ist.pexels)

SOKOGURU, JAKARTA: Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri, mengingatkan pemerintah agar tidak tinggal diam menghadapi kebijakan Amerika Serikat (AS) yang menaikkan tarif impor hingga 32 persen terhadap sejumlah produk Indonesia. 

Hanif menyebut keputusan tersebut sebagai “alarm serius” yang bisa mengguncang fondasi ekonomi nasional, terutama sektor industri padat karya.

“Ini bukan cuma persoalan dagang, tapi pukulan langsung ke jutaan pekerja di sektor ekspor. Pemerintah tidak bisa hanya menonton dari pinggir, harus segera ambil langkah konkret,” tegas Hanif dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat (4/4).

Baca juga: Tarif Dagang AS 32 Persen Ancam Ekspor RI, DPR Minta Pemerintah Tak Gegabah

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, M. Hanif Dhakiri. (Ist.DPR RI)

Per 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump menerapkan tarif dasar 10 persen untuk semua negara, dengan tambahan tarif berdasarkan penilaian risiko perdagangan. 

Indonesia Terkena Tambahan Tarif Impor 32 Persen

Indonesia terkena tambahan 32 persen, dengan komoditas unggulan seperti tekstil, alas kaki, minyak nabati, dan alat listrik jadi sasaran utama. Sebagai perbandingan, Vietnam dikenakan tarif 46 persen, China 34 persen.

Dengan nilai ekspor ke AS mencapai USD 31 miliar pada 2023, langkah AS ini bisa menjadi hantaman telak bagi neraca perdagangan Indonesia. 

Baca juga: Mendag Lepas Ekspor Kopi Senilai USD 1,48 Juta ke Amerika Serikat

“Jika tak diantisipasi, kita bisa melihat gelombang PHK, turunnya daya beli masyarakat, dan bahkan lonjakan inflasi,” ujar Hanif.

Nilai Tukar Rupiah Melemah Sentuh Rp16.675 Per Dolar AS

Sementara itu, nilai tukar rupiah yang terus melemah hingga menyentuh Rp16.675 per dolar AS menambah tekanan. 

Meskipun Bank Indonesia telah menggelontorkan lebih dari USD 4,5 miliar dari cadangan devisa untuk intervensi pasar, Hanif menyebut strategi moneter semata tak akan cukup.

“Ekonomi kita butuh penguatan sektor riil dan fiskal. Tanpa itu, kita bisa limbung menghadapi tekanan global,” tambahnya.

Sebagai solusi, Hanif mendorong pemerintah untuk berani melakukan diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara BRICS dan Afrika. 

Perlu Penguatan UMKM agar Naik Kelas

Ia juga menekankan pentingnya industrialisasi berbasis bahan baku lokal, serta penguatan UMKM agar bisa naik kelas dan lebih tangguh menghadapi guncangan eksternal.

“Tarif AS harus kita jawab dengan keberanian. Produk lokal jangan hanya bertahan, tapi harus menembus pasar baru dengan kualitas dan daya saing,” katanya.

Tak hanya itu, Hanif juga menggarisbawahi pentingnya investasi pada sumber daya manusia, termasuk para pekerja migran yang tahun lalu menyumbang devisa hingga USD 14 miliar. 

“Mereka bukan beban, tapi kekuatan. Kalau dikelola serius, mereka bisa menjadi pilar ekonomi nasional dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan,” ujar mantan Menteri Ketenagakerjaan ini.

Mengakhiri pernyataannya, Hanif menegaskan bahwa tekanan global adalah ujian besar bagi arah kebijakan nasional. 

“Sekarang saatnya bergerak dengan strategi yang berani, terarah, dan berpihak pada rakyat,” pungkasnya. (SG-2)